CERITAMEDAN.COM, Medan – Wakil Rektor IV Universitas Sumatera Utara Prof Dr Ir Bustami Syam, MSME, mewakili Rektor USU membuka Seminar Nasional Kearifan Lokal 5 , yang diusung oleh Departemen Arsitektur, Magister Teknik Arsitektur, Program Doktor Ilmu Arsitektur dan Perkotaan, serta Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Seminar digelar pada Kamis (23/1/2020), bertempat di Ruang Senat Akademik Gedung Biro Pusat Administrasi USU lantai 3 Medan.
Kegiatan yang dihadiri oleh peserta dari dalam dan luar Kota Medan serta beberapa daerah di luar Sumatera Utara itu mengambil tema “Kearifan Lokal Dalam Menciptakan Kreativitas Untuk Lingkungan Binaan Yang Berbudaya”.
Turut hadir Plt Wali Kota Medan yang diwakili oleh Kadis Perumahan, Permukiman dan Penataan Ruang Benny Iskandar, ST, MT, Dekan Fakultas Teknik USU yang diwakili oleh Wakil Dekan III Prof Dr Eng Ir Irvan, M Si, Ketua Departemen Arsitektur Dr Ir Dwira Nirfallini Aulia, M Sc serta Ketua Prodi S2 dan S3 Arsitektur Ir Nurlisa Ginting, M Sc, Ph D, IPM.
Dua pembicara yang dihadirkan yakni Dr Achmad Delianur Nasution, ST, MT, IAI, AA, IAP dari USU dan Prof Dr Ing Ir Dedes Nur Gandarum, MSA, dari Universitas Trisakti.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor IV USU antara lain menyampaikan harapannya, semoga dengan dilaksanakannya seminar tersebut, akan semakin banyak didirikan bangunan yang memenuhi unsur green building.
Untuk di lingkungan USU, Prof Bustami menunjuk dua bangunan yang didisain dengan konsep green building, yakni Gedung Biro Pusat Administrasi USU dan Rumah Sakit USU. Akan tetapi, seiring semakin meningkatnya kebutuhan terhadap pertambahan ruang untuk mendukung kinerja universitas, maka Biro Pusat Administrasi pun ikut mengalami perubahan. Dinding dan sekat-sekat ruangan yang bersifat permanen ditambah, sehingga menghambat sirkulasi udara yang sebelumnya leluasa.
Prof Bustami juga menyatakan bahwa para arsitek di jaman dahulu saat mendisain bangunan memerhatikan tidak hanya dari struktur dan materialnya saja, melainkan juga karakteristik pemilik bangunan. Prof Bustami menunjuk salah satu bangunan yang memiliki karakter adalah rumah-rumah yang ada di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tempat di mana ia lahir dan dibesarkan.
“Jika kita berkunjung ke salah satu rumah di Aceh, tidak perlu bertanya ke mana arah kiblat. Karena rumah-rumah di sana dibangun sudah menghadap ke arah kiblat. Sementara meunasah-meunasah dibangun melintang. Dengan demikian tidak ada benturan antara teknologi dan budaya,” katanya.
Terkait persoalan banjir, sampah dan kemacetan, Prof Bustami memaparkan bahwa tiga hal tersebut merupakan persoalan utama yang dihadapi oleh mayoritas kota-kota besar yang ada di dunia. Pada bagian akhir sambutan, Prof Bustami berharap output dari penyelenggaraan seminar ini dapat berperan serta dalam meningkatkan peringkat USU dalam penilaian UI Green Metric, di mana pada tahun lalu USU harus puas bertengger pada peringkat 14 perguruan tinggi.
Sementara itu, Kadis Perumahan, Permukiman dan Penataan Ruang Benny Iskandar, ST, MT, menyambut baik penyelenggaraan seminar. Ia mengimbau agar masyarakat dapat kembali kepada karakter dan budaya asli bangsa. Kadis juga meminta agar para arsitek mengkaji kembali arsitektur dan pola bangunan yang ingin didirikan, dengan kembali kepada prinsip-prinsip yang mengedepankan kebersamaan dan kehidupan sosial di tengah masyarakat.
“Sekarang pagar rumah orang didirikan tinggi-tinggi, sehingga antar tetangga sulit bahkan tidak pernah berkomunikasi. Semisal ada orang lain yang berbuat jahat atau menggunakan narkoba di balik dinding pagar rumah kita, pun tak bisa kita ketahui lagi. Teras-teras rumah juga sudah menghilang. Rumah dihabiskan seluas lahan, sehingga menyempitkan interaksi dengan sekitar. Pola arsitektur yang baik seharusnya menguatkan komunikasi antar tetangga di dalam lingkungan tersebut,” kata Benny.
Sebelumnya, Ketua Panitia Annisa Salsabila Sembiring menyatakan dalam sambutannya, bahwa seminar digelar dengan tujuan mengevaluasi kembali ide-ide yang ada, untuk membentuk kreativitas dalam konteks kearifan lokal, sehingga dapat menghasilkan lingkungan binaan yang berbudaya.
Seminar diikuti oleh 120 peserta yang terdiri dari para dosen, peneliti, praktisi dan mahasiswa, dengan menghasilkan 43 abstrak seminar. Peserta antara lain berasal dari Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Katolik Soegijapranata, Universitas Sanata Dharma, Universitas Sumatera Utara dan Universitas Sultan Fatah.***(CM/PR)