CERITAMEDAN.COM – Responsible and sustainable palm oil in Indonesia (RESBOUND) merupakan inisiatif konsorsium dari organisasi masyarakat sipil, yaitu PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) bersama dengan Penabulu dan ICCO yang didukung oleh Uni Eropa. Resbound bertujuan untuk memperkuat dialog kemitraan multi pemangku kepentingan yang mempertemukan sektor bisnis perusahaan kelapa sawit, pemeritah baik tingkat nasional sampai desa, CSO dan masyarakat untuk berkontribusi bersama dalam meningkatkan kemakmuran desa melalui pembangunan desa yang inklusif.
Di Sumatera Utara, Resbound di implementasikan di Kabupaten Langkat tepatnya di Desa Perkebunan Bukit Lawang dan telah berjalan selama satu tahun sejak maret 2019.
Dalam upaya meningkatkan dampak dan mengevaluasi bentuk kemitraan yang telah terbentuk, PKPA menginisiasi Workshop Refleksi dan Evaluasi Resbound yang menghadirkan Multi-stakeholders (para pemangku kepentingan) dari mulai Pihak Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit, Pemerintah Desa, Lembaga Swadaya Masyarakat Lokal, organisasi sertifikasi sawit level nasional – (RSPO), Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi hingga sektor bisnis pariwisata di Hotel Harper Medan (11/03/2020).
Pada kesempatan ini Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Hak Khusus Anak Dinas PPPA Provinsi Sumatera Utara, Ibu Hafini.S.E. berkesempatan hadir untuk membuka acara secara resmi.
Di awal workshop ini, Imam A.EL. MarzuQ sebagai perwakilan dari RSPO memaparkan bahwa standard yang diberlakukan oleh RSPO bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam standard RSPO yang di sahkan tahun 2018, standar yang diberlakukan kepada perusahaan dan petani swadaya telah dipisahkan.
Hal ini bertujuan agar petani swadaya juga dapat mengupgrade diri dan mengelola kebun sawit mereka dengan lebih baik namun tetap mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki petani. Tidak hanya itu, standard RSPO juga mengatur dan memastikan petani swadaya dan perusahaan dapat berkomitmen melindungi hak anak selama proses produksi di perkebunan kelapa sawit.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh Imam A.EL. MarzuQ, Dadang Afandi selaku perwakilan dari PT Socfindo juga menyatakan bahwa perusahaan telah berupaya memperhatikan hak-hak masyarakat di Desa Perkebunan, begitupun hak-hak anak.
“Salah satu bentuk kerjasama yang telah kami lakukan dengan Pemerintah Desa Martebing adalah membangun Rumah Kepompong yang bertujuan untuk menjadi rumah kreatifitas bagi anak-anak. Di tempat ini anak dapat belajar berbagai kreatifitas seperti menari, kabaret dan belajar komputer. Seiiring berjalannya waktu, Rumah Kepompong juga dimanfaatkan oleh ibu-ibu untuk berkumpul dan melakukan aktifitas pemberdayaan. Tidak hanya itu, pemerikasaan kesehatan dan pembangunan infrastruktur juga dilakukan, tentu saja dengan tetap berkordinasi dengan pihak pemerintah desa.” Papar Dadang Afandi.
Sebagai langkah awal dalam memantik semangat untuk meneruskan kolaborasi dalam menjalankan kemintraan multi pihak, Keumala Dewi selaku Direktur Eksekutif PKPA menayangkan video CEFT (Children Eco Friendly Tourism) yang merupakan salah satu bentuk kemitraan di Desa Perkebunan Bukit Lawang.
“PKPA menjembatani kemitraan antara pihak desa, CSO lokal dan perusahaan, dalam mengembangkan potensi wisata untuk mendorong kemandirian desa. Di Desa Bukit Lawang, kita melihat bahwa eco wisata menjadi salah satu potensi yang dapat dikembangkan dengan tetap memperhatiak hak-hak anak, oleh sebab itu lahirlah CEFT. Sedangkan kan untuk daerah lain, kita tentu harus melihat terlebih dahulu potensi yang dapat dikembangkan dan disinergikan bersama, yang paling penting adalah kemauan dari berbagai pihak untuk membentuk kemandirian desa yang berkelanjutan,” jelas Keumala Dewi, Direktur Eksekutif PKPA.
Hal ini sejalan pula dengan pemaparan Budi Susilo dari Penabulu bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta menanggulangi kemiskinan. Namun dalam proses pembangunan tersebut haruslah mengedepankan gotong royong, kebersamaan dan kekeluargaan. Maka konsep membangun kemitraan haruslah didasari oleh emosi positif agar perubahan untuk kemandirian desa dapat benar-benar terwujud.